Mario Draghi presents ECB report at EU Parliament Michele Tantussi/Getty Images

Seberapa Demokratiskah Euro?

SAN SERVOLO, ITALIA – Ketika presiden Italia baru-baru ini melakukan veto terhadap penunjukan Paolo Savona yang Euroskeptis sebagai menteri keuangan di pemerintahan yang diajukan oleh Aliansi Partai Liga dan Gerakan Bintang Lima, apakah ia menjaga atau merusak demokrasi di negaranya? Di luar pembatasan khusus konstitusi dalam konteks Italia, pertanyaan ini menyangkut inti dari legitimasi demokrasi. Permasalahan sulit yang timbul dari pertanyaan ini haruslah ditangani dengan prinsip dan cara yang tepat jika kita ingin demokrasi liberal kembali ditegakkan.

Euro mewakili sebuah komitmen perjanjian yang tidak memiliki aturan mengenai cara keluar dari komitmen tersebut. Presiden Sergio Mattarela dan pendukungnya menyatakan bahwa penarikan diri dari euro tidak pernah menjadi bahan perdebatan dalam kampanye pemilihan umum yang dimenangkan oleh koalisi populis, dan bahwa penunjukan Savanoa dapat berdampak pada kehancuran pasar dan kekacauan ekonomi. Pihak yang menentang Mattarella berargumentasi bahwa ia telah bertindak melampaui kewenangannya dan telah membiarkan pasar finansial memveto penunjukan seorang menteri yang dilakukan oleh pemerintahan yang memenangkan pemilu.

Ketika memasuki zona euro, Italia menyerahkan kedaulatan moneternya kepada suatu perangkat pengambil keputusan eksternal yang independen, yaitu Bank Sentral Eropa. Italia juga mempunyai komitmen khusus sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan fiskal, meskipun hal pembatasan ini tidak “sesulit” komitmen mengenai kebijakan moneter. Kewajiban-kewajiban ini menempatkan batasan bagi pemerintah Italia dalam memilih kebijakan makroekonomi. Khususnya, ketiadaan mata uang sendiri berarti Italia tidak dapat memilih target inflasi atau melakukan devaluasi mata uang terhadap mata uang asing. Mereka juga harus menjaga defisit fiskal mereka di bawah jumlah tertentu.     

https://prosyn.org/U9errQOid