WASHINGTON, DC – Lockdown yang diakibatkan oleh pandemi, digitalisasi, dan akselerasi Revolusi Industri Keempat (4IR) mendorong perubahan dalam tata kelola global. Karena para pemimpin teknologi di dunia juga menjadi para pemimpin geopolitik, maka kompetisi untuk mendominasi sektor teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) menjadi semakin ketat. Kompetisi teknologi 4IR akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perekonomian global dan pengaturan politik di masa depan pascapandemi.
Meskipun Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara yang paling unggul dalam AI, Tiongkok membayangi di posisi kedua, dan negara-negara lain seperti Rusia berada di posisi berikutnya. Tiongkok sudah berinvestasi sekitar $300 miliar dalam bidang AI (termasuk chip dan mobil listrik), mengadopsi strategi inovasi nasional (“Made in China 2025”), dan memungkinkan munculnya perusahaan teknologi raksasa seperti Baidu, Alibaba, dan Tencent. Tapi meskipun Tiongkok punya potensi yang besar dalam pengembangan AI, negara ini juga masih harus melakukan banyak hal agar bisa mengungguli AS. Beberapa penelitian kini menunjukkan bahwa Tiongkok masih tertinggal dalam tiga area utama: perangkat keras, penelitian, dan sektor komersial.
Selain AS dan Tiongkok, negara-negara di Eropa dan Asia juga mengejar inovasi 4IR. Misalnya saja Inggris yang termasuk dalam kuartil teratas dalam kesiapan AI karena adanya universitas riset papan atas dan pendanaan penelitian oleh negara yang besar. Banyak negara di Asia yang sudah menunjukkan keunggulan dalam difusi teknologi dan kepadatan robot. Dengan 774 robot per 10.000 pekerja, Korea Selatan unggul jauh dari sebagian besar negara-negara lain; dan Jepang, dengan industri otomotif yang sudah dominan, sudah mulai menempatkan diri mereka sebagai pemimpin dalam kendaraan otonom.
WASHINGTON, DC – Lockdown yang diakibatkan oleh pandemi, digitalisasi, dan akselerasi Revolusi Industri Keempat (4IR) mendorong perubahan dalam tata kelola global. Karena para pemimpin teknologi di dunia juga menjadi para pemimpin geopolitik, maka kompetisi untuk mendominasi sektor teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI) menjadi semakin ketat. Kompetisi teknologi 4IR akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi perekonomian global dan pengaturan politik di masa depan pascapandemi.
Meskipun Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara yang paling unggul dalam AI, Tiongkok membayangi di posisi kedua, dan negara-negara lain seperti Rusia berada di posisi berikutnya. Tiongkok sudah berinvestasi sekitar $300 miliar dalam bidang AI (termasuk chip dan mobil listrik), mengadopsi strategi inovasi nasional (“Made in China 2025”), dan memungkinkan munculnya perusahaan teknologi raksasa seperti Baidu, Alibaba, dan Tencent. Tapi meskipun Tiongkok punya potensi yang besar dalam pengembangan AI, negara ini juga masih harus melakukan banyak hal agar bisa mengungguli AS. Beberapa penelitian kini menunjukkan bahwa Tiongkok masih tertinggal dalam tiga area utama: perangkat keras, penelitian, dan sektor komersial.
Selain AS dan Tiongkok, negara-negara di Eropa dan Asia juga mengejar inovasi 4IR. Misalnya saja Inggris yang termasuk dalam kuartil teratas dalam kesiapan AI karena adanya universitas riset papan atas dan pendanaan penelitian oleh negara yang besar. Banyak negara di Asia yang sudah menunjukkan keunggulan dalam difusi teknologi dan kepadatan robot. Dengan 774 robot per 10.000 pekerja, Korea Selatan unggul jauh dari sebagian besar negara-negara lain; dan Jepang, dengan industri otomotif yang sudah dominan, sudah mulai menempatkan diri mereka sebagai pemimpin dalam kendaraan otonom.